Kamis, 18 September 2014

KEBUDAYAAN INDIS



Kebudayaan Indis yang akan kita bahas adalah campuran kebudayaan antara kebudayaan Barat (Belanda) dan kebudayaan Indonesia (Jawa). Ruang lingkupnya sejak abad ke-18 sampai abad ke-20. Sejak kekuasaan Belanda makin kuat di Indonesia dan masyarakatnya, baik masyarakat Indonesia maupun masyarakat Belanda, percampuran kebudayaan makin terlihat. Kelompok pendukung kebudayaan ini adalah abdi dan pejabat kolonial.
Masyarakat Indis di Batavia (Jakarta) meniru gaya hidup para petinggi di Weltevreden (sekarang Istana Bogor). Sedangkan para pejabat bawahan di tingkat lokal, seperti lurah dan setingkatnya meniru gaya hidup para raja dan bangsawan Jawa yang terkenal dengan gaya hidup yang mewah dan glamor. Peniruan gaya hidup tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Indis berupaya untuk memisahkan diri dari pribumi. Mereka menolak untuk dikatakan sama dengan pribumi dan dengan menerapkan gaya hidup yang berbeda dengan pribumi, mereka berharap bahwa masyarakat lain menilai bahwa masyarakat Indis berbeda dengan masyarakat pribumi umumnya.
Gambaran gaya hidup masyarakat Indis dapat diikuti dan dipahami lewa berbagai berita tertulis berupa buah karya musafir, rohaniawan, peneliti alam, pejabat pemerintah jajahan, termasuk berbagai buah karya sastra Indis. Data mengenai gaya hidup masyarakat Indis kalangan atas banyak didapatkan dari karya-karya seniman seperti lukisan dan sketsa. Sebaliknya, untuk kalangan bawahan dan abdi VOC karya seni mengenainya sangat sedikit.
Ada pembagian yang dapat kita temukan pada masyarakat Indis, yaitu :
1.      Pegawai niaga mulai jabatan ooperkoopman (kepala pedagang) sampai asisten (para pembantu atau juru tulis)
2.      Personil militer dan maritim yang mempunyai tingkat kepangkatan
3.      Personil kerohanian yang terdiri dari pendeta Calvinis (predikanten) sampai pengunjung orang sakit (Ziekentrooster) atau penghibur orang sakit
4.      Pengrajin, tukang.

Para abdi VOC datang ke Indonesia awalnya untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Jika mereka merasa telah sukses mereka memutuskan untuk kembali ke Eropa. Namun banyak juga yang memilih menetap di Indonesia. Banyak para abdi VOC yang memilih menetap tersebut mempunyai kehidupan yang baik dan lebih dari kata cukup. Mereka dapat pensiun dengan keadaan yang telah kaya. Untuk mengurus dirinya mereka banyak menyewa para pembantu untuk mengurus bisnis rumahnya seperti peternakan, pertanian, dan perkebunan. Mereka yang telah pensiun tersebut juga memperistri masyarkat setempat (pribumi). Dan dari hasil perkawinan inilah lahir anak yang merupakan darah campuran yang kelak akan berperan dalam kehidupan masyarakat Indis. Kehidupan seorang istri pejabat Belanda tersebut dapat kita lihat di dalam Tetralogi Pulau Buru karya Pramoedya Ananta Toer mengenai kehidupan Nyai Ontosoroh.
Para sastrawan selain menceritakan tentang kehidupan masyarakat Indis, juga menceritakan hal-hal gaib yang diyakini kebenarannya oleh sementara masyarakat pendukung budaya Indis. Bahkan Nyonya Catenius van der Meyden menulis buku bagi para nyonya yang baru datang dari Belanda atau nyonya Indo yang tinggal di berbagai pelosok terpencil di pulau Jawa. Buku-buku semacam inilah yang memuat tentang bangunan rumah dan rumah tangga Jawa, tentang pengasihan dan percintaan dan masak memasak.
Rumah tinggal orang Belanda di Jawa pada awalnya meniru gaya rumah dari negeri asalnya, Belanda. Sementara rumah mewah yang dibangun diluar benteng yang dihuni oleh masyarakat Indis merupakan rumah yang lebih mirip arsitektur Jawa. Dalam perkembangannya gaya rumah tersebut bercampur dan terjadi penyesuaian. Hasilnya berdirilah rumah-rumah gaya Indis selama abad ke-18 sampai runtuhnya pemerintahan Belanda ketika kedatangan Jepang pada tahun 1942.
Dalam hal tempat tinggal masyarakat Jawa lebih mengenal rumah dengan arsitektur yang simpel. Tidak banyak ruangan dan cenderung ruangan satu dapat digunakan untuk berbagai kegiatan apapun. Berbeda dengan gaya rumah Belanda (Eropa) yang lebih kompleks dan banyak ruangan. Dengan demikian percampuran anatara keduanya pun terjadi yaitu suatu rumah yang mempunyai atap seperti Jawa (berpunden undak), sedangkan ruangannya sudah banyak dan terdapat banyak lorong.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar