Kebudayaan
Indis yang akan kita bahas adalah campuran kebudayaan antara kebudayaan Barat
(Belanda) dan kebudayaan Indonesia (Jawa). Ruang lingkupnya sejak abad ke-18
sampai abad ke-20. Sejak kekuasaan Belanda makin kuat di Indonesia dan
masyarakatnya, baik masyarakat Indonesia maupun masyarakat Belanda, percampuran
kebudayaan makin terlihat. Kelompok pendukung kebudayaan ini adalah abdi dan
pejabat kolonial.
Masyarakat
Indis di Batavia (Jakarta) meniru gaya hidup para petinggi di Weltevreden
(sekarang Istana Bogor). Sedangkan para pejabat bawahan di tingkat lokal,
seperti lurah dan setingkatnya meniru gaya hidup para raja dan bangsawan Jawa
yang terkenal dengan gaya hidup yang mewah dan glamor. Peniruan gaya hidup
tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Indis berupaya untuk memisahkan diri dari
pribumi. Mereka menolak untuk dikatakan sama dengan pribumi dan dengan
menerapkan gaya hidup yang berbeda dengan pribumi, mereka berharap bahwa
masyarakat lain menilai bahwa masyarakat Indis berbeda dengan masyarakat pribumi
umumnya.
Gambaran
gaya hidup masyarakat Indis dapat diikuti dan dipahami lewa berbagai berita
tertulis berupa buah karya musafir, rohaniawan, peneliti alam, pejabat
pemerintah jajahan, termasuk berbagai buah karya sastra Indis. Data mengenai
gaya hidup masyarakat Indis kalangan atas banyak didapatkan dari karya-karya
seniman seperti lukisan dan sketsa. Sebaliknya, untuk kalangan bawahan dan abdi
VOC karya seni mengenainya sangat sedikit.
Ada
pembagian yang dapat kita temukan pada masyarakat Indis, yaitu :
1. Pegawai
niaga mulai jabatan ooperkoopman (kepala
pedagang) sampai asisten (para pembantu atau juru tulis)
2. Personil
militer dan maritim yang mempunyai tingkat kepangkatan
3. Personil
kerohanian yang terdiri dari pendeta Calvinis (predikanten) sampai pengunjung orang sakit (Ziekentrooster) atau penghibur orang sakit
4. Pengrajin,
tukang.
Para
abdi VOC datang ke Indonesia awalnya untuk mencari penghidupan yang lebih baik.
Jika mereka merasa telah sukses mereka memutuskan untuk kembali ke Eropa. Namun
banyak juga yang memilih menetap di Indonesia. Banyak para abdi VOC yang
memilih menetap tersebut mempunyai kehidupan yang baik dan lebih dari kata
cukup. Mereka dapat pensiun dengan keadaan yang telah kaya. Untuk mengurus
dirinya mereka banyak menyewa para pembantu untuk mengurus bisnis rumahnya
seperti peternakan, pertanian, dan perkebunan. Mereka yang telah pensiun
tersebut juga memperistri masyarkat setempat (pribumi). Dan dari hasil
perkawinan inilah lahir anak yang merupakan darah campuran yang kelak akan berperan
dalam kehidupan masyarakat Indis. Kehidupan seorang istri pejabat Belanda
tersebut dapat kita lihat di dalam Tetralogi Pulau Buru karya Pramoedya Ananta
Toer mengenai kehidupan Nyai Ontosoroh.
Para sastrawan
selain menceritakan tentang kehidupan masyarakat Indis, juga menceritakan
hal-hal gaib yang diyakini kebenarannya oleh sementara masyarakat pendukung
budaya Indis. Bahkan Nyonya Catenius van der Meyden menulis buku bagi para
nyonya yang baru datang dari Belanda atau nyonya Indo yang tinggal di berbagai
pelosok terpencil di pulau Jawa. Buku-buku semacam inilah yang memuat tentang
bangunan rumah dan rumah tangga Jawa, tentang pengasihan dan percintaan dan
masak memasak.
Rumah tinggal
orang Belanda di Jawa pada awalnya meniru gaya rumah dari negeri asalnya,
Belanda. Sementara rumah mewah yang dibangun diluar benteng yang dihuni oleh
masyarakat Indis merupakan rumah yang lebih mirip arsitektur Jawa. Dalam
perkembangannya gaya rumah tersebut bercampur dan terjadi penyesuaian. Hasilnya
berdirilah rumah-rumah gaya Indis selama abad ke-18 sampai runtuhnya
pemerintahan Belanda ketika kedatangan Jepang pada tahun 1942.
Dalam hal tempat
tinggal masyarakat Jawa lebih mengenal rumah dengan arsitektur yang simpel.
Tidak banyak ruangan dan cenderung ruangan satu dapat digunakan untuk berbagai
kegiatan apapun. Berbeda dengan gaya rumah Belanda (Eropa) yang lebih kompleks
dan banyak ruangan. Dengan demikian percampuran anatara keduanya pun terjadi
yaitu suatu rumah yang mempunyai atap seperti Jawa (berpunden undak), sedangkan
ruangannya sudah banyak dan terdapat banyak lorong.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar