Kamis, 18 September 2014

BIOGRAFI



Biografi Abdurrahman Wahid (Gus Dur)

Nama lengkap             : Abdurrahman Wahid
Tempat/tanggal lahir   : Jombang Jawa Timur, 4 Agustus 1940
Jenis kelamin               : Laki-laki
Kewarganegaraan       : Indonesia
Agama                         : Islam
Alamat                        : Jl. Warung Silah No. 10, Ciganjur Jakarta Selatan 12630 – Indonesia
Website                       : www.gusdur.net
Pendidikan                  : SD Matraman Perwari, Jakarta (1949-1955)
SMP Yogyakarta (1954-1957)
SMA Jombang (1959-1962)
Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir (1963-1966)
Universitas Baghdad, Irak (1966-1970)

Gusdur adalah panggilan akrab dari Abdurrahman Wahid. Gusdur merupakan presiden ke empat menggantikan presiden sebelumnya BJ Habibie. Nama lahir Gusdur adalah Aburrahman Addkhil namun lebih di kenal dengan nama Abdurrahman Wahid. Gusdur adalah anak pertama dari enam bersaudara.
Sedangkan Addakhil sendiri memiliki arti sang penakluk. Kemudian nama panggilan akrabnya adalah Gus Dur yang artinya Gus adalah panggilan kehormatan khusus bagi anak kiyai, sama dengan panggilan abang atau mas. Hanya Gus jauh lebih terhormat.
Orang tua Gusdur adalah tokoh islam yang terkenal, ayah Gusdur bernama K.H Wahid Hasyim dan ibunya adalah Ny.Hj Solichah. Keduanya adalah tokoh islam di Jombang Jawa Timur. Serta keluarga Gusdur merupakan keturunan orang terhormat dalam kalangan muslim NU. Karena kakeknya yaitu K.H Hasyim Asyari adalah seorang pendiri organisasi islam Nahdlatul Umat (NU). Sedangkan kakek dari ibunya, yaitu K.H Bisri Syansuri adalah pengajar pesantren yang sangat di segani.
Ayah Gusdur sendiri yaitu K.H Wahid Hasyim sendiri merupakan seorang tokoh nasional karena tercatat sebagai salah satu yang aktif dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pada tahun 1949 ayah Gusdur di percaya untuk mejadi menteri agama pertama republik Indonesia. Ibunya Gusdur, Ny.Hj Sholihah adalah putri dari pendiri pondok pesantren terkenal, Denanyar Jombang Jawa Timur.
Gusdur pindah ke Jakarta tahun 1949 mengikuti ayahnya yang menjabat sebagai Menteri Agama pertama. Gusdur masuk sekolah SD Matraman Perwari. Kemudian memilih tetap terus untuk tinggal di Jakarta meskipun pada tahun 1952 ayahnya sudah tidak lagi menjabat menteri agama.
Dari awal masuk SD, Gusdur sudah di ajarkan dan di arahkan untuk banyak membaca buku-buku umum. Ayahnya tentu ingin supaya Gusdur memiliki pengetahuan dan pandangn yang luas tentang hidup. Tidak sebatas hanya seputar ilmu yang terdapat dalam kitab kuning. Sampai hari yang menyedihkan itu tiba, pada Aprip 1953 ayah Gusdur meninggal dunia karena kecelakaan mobil dalam perjalanan antara Bandung-Cimahi Jawa Barat.
Setahun setelah ayahnya meninggal, yaitu 1954 Gusdur meneruskan pendidikan ke jenjang bangku SMP. Sayang ia tidak naik kelas, namun bukan karena alasan akademik. Kemudian ibunya mengirim Gusdur untuk masuk pesantren sambil melanjutkan sekolah SMP di Yogyakarta. Ia belajar di pondok pesantren krapyak pimpinan K.H Ali Maksum.
Gusdur lulus SMP tahun 1957. Seterusnya ia melanjutkan pindah ke Magelang untuk menimba ilmu di pesantren Tegalrejo. Dua tahun kemudian Gusdur sudah mampu menyelesaikan pendidikannya, hal yang luar biasa, Gusdur mulai menunjukan kecerdasannya. Karena biasanya pendidikan di pesantren ini harus di tempuh selama empat tahun.
Di tahun 1959 Gusdur meneruskan ke Pesantren Tambakberas di Jombang. Selain terus menuntut ilmu, ia juga mulai mengabdi sebagai pengajar. Kemudian berlanjut menjadi kepala sekolah madrasah. Di samping itu, ia juga mulai memperllihatkan kemampuan menulisnya. Tercatat ia mulai menulis sebagai jurnalis di harian Majalah Budaya Jaya dan Horizon.
Pada tahun 1963 Gusdur memulai menempuh pendidikan di luar negeri. Gusdur menerima beasiswa dari Kementerian Agama dan di kirim untuk belajar di Kairo Mesir pada Universitas Al-Azhar. Selanjutnya ia pindah ke Irak untuk belajar di Universitas Baghdad pada tahun 1966. Di sana ia aktif di organisasi Asosiasi Pelajar Indonesia dan juga aktif menulis di majalah Asosiasi Pelajar tersebut.
Setelah selesai dari Universitas Baghdad. Gusdur banyak berkeliling ke beberapa negara di antaranya ke Belanda, Jerman dan Perancis sebelum berikutnya ia kembali ke Indonesia di tahun 1970.
Karir KH Abdurrahman Wahid terus merangkak dan menjadi penulis nuntuk majalah Tempo dan koran Kompas. Artikelnya diterima dengan baik dan ia mulai mengembangkan reputasi sebagai komentator sosial. Dengan popularitas itu, ia mendapatkan banyak undangan untuk memberikan kuliah dan seminar, membuat dia harus pulang-pergi antara Jakarta dan Jombang, tempat Wahid tinggal bersama keluarganya.
Karir Organisasi NU
Pada awal  1980-an, Gus Dur terjun mengurus Nahdlatul Ulama (NU) setelah tiga kali ditawarin oleh kakeknya. Dalam beberapa tahun, Gus Dur berhasil mereformasi tubuh NU sehingga membuat namanya semakin populer di kalangan NU. Pada Musyawarah Nasional 1984, Gus Dur didaulat sebagai Ketua Umum NU. Selama masa jabatan pertamanya, Gus Dur fokus dalam mereformasi sistem pendidikan pesantren dan berhasil meningkatkan kualitas sistem pendidikan pesantren sehingga dapat menandingi sekolah sekular.
Selama memimpin organisasi massa NU, Gus Dur dikenal kritis terhadap pemerintahan Soeharto.  Pada Maret 1992, Gus Dur berencana mengadakan Musyawarah Besar untuk merayakan ulang tahun NU ke-66 dan mengulang pernyataan dukungan NU terhadap Pancasila. Wahid merencanakan acara itu dihadiri oleh paling sedikit satu juta anggota NU. Namun, Soeharto menghalangi acara tersebut, memerintahkan polisi untuk mengembalikan bus berisi anggota NU ketika mereka tiba di Jakarta. Akan tetapi, acara itu dihadiri oleh 200.000 orang. Setelah acara, Gus Dur mengirim surat protes kepada Soeharto menyatakan bahwa NU tidak diberi kesempatan menampilkan Islam yang terbuka, adil dan toleran.
Menjelang Munas 1994, Gus Dur menominasikan dirinya untuk masa jabatan ketiga. Mendengar hal itu, Soeharto ingin agar Wahid tidak terpilih. Pada minggu-minggu sebelum Munas, pendukung Soeharto, seperti Habibie dan Harmoko berkampanye melawan terpilihnya kembali Gus Dur. Ketika musyawarah nasional diadakan, tempat pemilihan dijaga ketat oleh ABRI dalam tindakan intimidasi. Terdapat juga usaha menyuap anggota NU untuk tidak memilihnya. Namun, Gus Dur tetap terpilih sebagai ketua NU untuk masa jabatan ketiga. Selama masa ini, Gus Dur memulai aliansi politik dengan Megawati Soekarnoputri dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Megawati yang menggunakan nama ayahnya memiliki popularitas yang besar dan berencana tetap menekan rezim Soeharto.
Menjadi Presiden Indonesia ke-4
Pada Juni 1999, partai PKB ikut serta dalam arena pemilu legislatif. PKB memenangkan 12% suara dengan PDI-P memenangkan 33% suara. Dengan kemenangan partainya, Megawati memperkirakan akan memenangkan pemilihan presiden pada Sidang Umum MPR. Namun, PDI-P tidak memiliki mayoritas penuh, sehingga membentuk aliansi dengan PKB. Pada Juli, Amien Rais membentuk Poros Tengah, koalisi partai-partai Muslim. Poros Tengah mulai menominasikan Gus Dur sebagai kandidat ketiga pada pemilihan presiden dan komitmen PKB terhadap PDI-P mulai berubah.
Pada 19 Oktober 1999, MPR menolak pidato pertanggungjawaban Habibie dan ia mundur dari pemilihan presiden. Beberapa saat kemudian, Akbar Tanjung, ketua Golkar dan ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan Golkar akan mendukung Gus Dur. Pada 20 Oktober 1999, MPR kembali berkumpul dan mulai memilih presiden baru. Abdurrahman Wahid kemudian terpilih sebagai Presiden Indonesia ke-4 dengan 373 suara, sedangkan Megawati hanya 313 suara.
Tidak senang karena calon mereka gagal memenangkan pemilihan, pendukung Megawati mengamuk dan Gus Dur menyadari bahwa Megawati harus terpilih sebagai wakil presiden. Setelah meyakinkan jendral Wiranto untuk tidak ikut serta dalam pemilihan wakil presiden dan membuat PKB mendukung Megawati, Gus Dur pun berhasil meyakinkan Megawati untuk ikut serta. Pada 21 Oktober 1999, Megawati ikut serta dalam pemilihan wakil presiden dan mengalahkan Hamzah Haz dari PPP.
Di kancah internasional, Gus Dur banyak memperoleh gelar-gelar akademik di bidang humanitarian, pluralisme, perdamaian dan demokrasi dari berbagai lembaga pendidikan diantaranya :
·         Doktor Kehormatan dari Jawaharlal Nehru University, India (2000)
·         Doktor Kehormatan dari Twente University, Belanda (2000)
·         Doktor Kehormatan bidang Ilmu Hukum dan Politik, Ilmu Ekonomi dan Manajemen, dan Ilmu Humaniora dari Pantheon Sorborne University, Paris, Perancis (2000)
·         Doktor Kehormatan bidang Filsafat Hukumdari Thammasat University, Bangkok, Thailand (2000)
·         Doktor Kehormatan dari Chulalongkorn University, Bangkok, Thailand (2000)
·         Doktor Kehormatan dari Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand (2000)
·         Doktor Kehormatan dari Soka Gakkai University, Tokyo, Jepang (2002)
·         Doktor Kehormatan bidang Kemanusiaan dari Netanya University, Israel (2003)
·         Doktor Kehormatan bidang Hukum dari Konkuk University, Seoul, Korea Selatan (2003)
·         Doktor Kehormatan dari Sun Moon University, Seoul, Korea Selatan (2003)

Penghargaan-penghargaan lain :

·         Penghargaan Dakwah Islam dari pemerintah Mesir (1991)
·         Penghargaan Magsaysay dari pemerintah Filipina atas usahanya mengembangkan hubungan antar-agama di Indonesia (1993)
·         Bapak Tionghoa Indonesia (2004)
·         Pejuang Kebebasan Pers
Gus Dur wafat pada hari Rabu, 30 Desember 2009, di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, pada pukul 18.45 akibat berbagai komplikasi penyakit, terutama gangguan ginjal, yang dideritanya sejak lama. Sebelum wafat ia harus menjalani hemodialisis (cuci darah) rutin. Seminggu sebelum dipindahkan ke Jakarta ia sempat dirawat di Jombang seusai mengadakan perjalanan di Jawa Timur. Gus Dur di makamkan di Jombang Jawa Timur.
Selamat jalan Gus Dur. Terima kasih atas pengabdian dan sumbangsihnya bagi rakyat dan bangsa ini. Jasa-jasamu dalam perjuangan Demokrasi dan Solidaritas antar umat beragama di Indonesia tidak akan kami lupakan. Semoga amal-jasa-ibadahnya mendapat tempat yang ‘agung’. Dan mari kita renungkan dan jalankan kata-kata beliau ini : “Tidak penting apapun agama dan sukumu, kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak akan pernah bertanya apa agamamu”.






Sumber :
Barton, Greg. BIOGRAFI GUS DUR, Lkis, Yogyakarta. 2002

Tidak ada komentar:

Posting Komentar