Indonesia
adalah salah satu negara yang mempunyai catatan sejarah yang panjang. Sejak
sebelum memasuki abad masehi Indonesia telah mempunyai masyarakat yang beradab.
Ini museum maupun di lapangan. Dalam
catatan sejarah, peradaban tertua di Indonesia “masih” dipegang oleh Kutai,
Kalimantan Timur. Mengapa saya beri tanda kutip pada kata “masih”? sebab tidak
menutup kemungkinan masih terdapat peradaban yang lebih tua dari Kutai
tersebut. Tentu hal ini masuk akal karena hingga sekarang para peneliti baik
dalam negeri maupun luar negeri terus meneliti apakah masih ada peradaban tua
lain yang lebih tua dari Kutai. Apalagi baru-baru ini ditemukan gunung yang
diduga merupakan situs bersejarah yang katanya merupakan piramida bahkan lebih
tua dari Piramida Giza di Mesir. Jika hal itu memang benar tentu merupakan
suatu kebanggan tersendiri bagi masyarakat Indonesia. Selain itu, masyarakat
luar negeri pun akan tertarik untuk berkunjung ke Indonesia.
Sejak
Indonesia dimasuki oleh bangsa Eropa sekitar abad ke-14, Indonesia mulai
memasuki masa yang benar-benar berbeda baik secara ekonomi, politik maupun
sosial budaya. Masyarakat Indonesia menjadi semakin berkembang dan terbuka oleh
dunia luar, apalagi sejak VOC yang merupakan kongsi dagang milik Belanda
menyetir perdagangan di Hindia Belanda. Masyarakat dunia pun menjadi semakin
tahu potensi tanah air kita. Mulai dari tanaman yang tumbuh di Indonesia hingga
hasil tambangnya.
Memang
jika kita mendengarkan penuturan dari kalangan orang tua yang sempat hidup pada
jaman Belanda mereka akan mengatakan bahwa Belanda sangat kejam dan tidak
meninggalkan hal apapun selain kepedihan dan kesengsaraan. Hal ini sangat wajar
karena Belanda memang keras dan tegas dalam kebijakannya untuk memanfaatkan
tenaga orang Indonesia. Namun jika kita mau menganalisa lebih jauh kita telah
belajar banyak dari Belanda. Contohnya adalah tentang politik dan ekonomi. Kita
sebelum kedatangan Belanda adalah masyarakat yang belum maksimal dalam
memanfaatkan kekayaan alam di negeri ini, hingga tiba saatnya bangsa Eropa
datang ke negara kita dengan tujuan awalnya adalah mencari sumber rempah-rempah
yang sangat mereka butuhkan. Belanda mengajarkan bagaimana mengolah alam
Indonesia yang kaya ini agar dapat maksimal untuk memproduksi kekayaan alamnya.
Saah satunya adalah di wilayah Jember yang merupakan penghasil tanaman tembakau
terbaik saat itu. Sebelum Belanda datang ke Jember masyarakat setempat hanya
memanfaatkan tanahnya untuk bertani, namun setelah Belanda datang dan
memperkenalkan tanaman tembakau kepada masyarakat Jember, masyarakatnya mulai
dapat memanfaatkan tanahnya untuk tanaman tembakau. Tembakau yang pertama kali
dibawa oleh George Burnie ke Jember ternyata dapat berkembang dengan baik. Dan
akhirnya Belanda mulai mempekerjakan masyarakatnya untuk mengolah tembakau.
Belanda mengerti bahwa Jember berpotensi untuk wilayah perkebunan karena
keadaan geografisnya yang sejuk. Belanda mencoba untuk menanam tanaman
perkebunan lainnya seperti teh, kopi dan karet. Namun dari sekian banyak percobaan
tersebut ternyata yang paling berpotensi adalah tanaman tembakau dan kopi,
walaupun tanaman karet juga dapat tumbuh namun tidak sebaik tanaman kopi dan
tembakau.
Kita
tidak dapat memungkiri bahwa kita juga telah belajar banyak kepada bangsa
Belanda yang sempat kita anggap sebagai pembawa malapetaka. Masyarakat
Indonesia mampu untuk memaksimalkan kekayaan alam di Indonesia salah satunya
berkat tangan dingin bangsa Belanda. Belanda juga mengajarkan bagaimana
birokrasi politik agar pemerintahan dapat lebih kuat dan tidak mudah untuk
diganggu oleh rakyatnya. Tentu hal ini tidak serta merta dapat diterima oleh
masyarakat begitu saja karena kerajaan yang saat itu masih kuat seperti
Kerajaan Mataram Islam di Jogjakarta dan Surakarta banyak melakukan manuver-manuver
politik untuk menentang kebijakan-kebijakan yang dianggap pihak Kerajaan dapat
membuat eksistensi kerajaan terancam. Contohnya adalah kebijakan Belanda yang
menerapkan kebijakan mengenai tahta. Dalam beberapa kasus pergantian tahta di
beberapa kerajaan di Jawa pernah beberapa kali Belanda ikut andil dalam suatu
pergantian tahta, padahal sebenarnya tahta merupakan hal yang mutlak adalah
suatu kebijakan raja dan tidak bisa untuk diganggu gugat apalagi oleh pihak
luar.
Sistem
politik yang kita terapkan saat ini pun adalah hasil belajar dari Belanda,
yaitu Demokrasi. Sekitar abad 19 akhir Belanda mulai dipengaruhi oleh
Liberalisme dan Demokrasi hingga dampaknya sampai kepada negeri-negeri
jajahannya termasuk Hindia-Belanda (Indonesia). Selain demokrasi liberal masuk
ke Indonesia melalui Belanda, banyak pemuda-pemuda Indonesia yang belajar di
luar negeri dan sepulang ke Indonesia mereka mulai menawarkan paham-paham barat
untuk diterapkan di Indonesia. Pemuda-pemuda tersebut sekarang banyak yang kita
kenang sebagai Pahlawan Nasional, diantaranya adalah Sutan Sjahrir, Tan Malaka,
Mohammad Hatta dan lain-lain. Di Indonesia mereka mulai dapat bereksplorasi
untuk kepentingan bangsanya dan dapat menularkan semangat kemerdekaan kepada
masyarakat umum yang lain. Ideologi-idelogi tersebut dianggap dapat merubah
Indonesia agar dapat bersaing dengan dunia internasional. Namun tidak semua
ideologi tersebut dikatakan cocok di Indonesia. Paham-paham seperti
Komunis-Marxisme dianggap tidak cocok di Indonesia dan bahkan pada tahun 60 an
sempat menjadi suatu paham yang sangat tidak disetujui oleh masyarakat umum dan
pemerintah. Puncaknya pada akhir tahun 1965 paham Komunis “dianggap” sebagai
dalang dari kudeta terhadap pemerintahan Soekarno.
Pembelajaran
lain yang dapat diambil dari masa Kolonial Belanda adalah tata kota. Kota-kota
besar di Indonesia banyak yang merupakan penataan dari pemerintahan Kolonial
Belanda, misalnya saja Jakarta, Surabaya, Palembang dan Palangkaraya. Khusus
untuk Jakarta, kita akan dapat menemukan hasil karya Kolonial Belanda pada
sistem sanitasi dan irigasi. Sanitasi dan irigasi Kota Jakarta merupakan sebuah
tata kota yang meniru gaya tata kota Amsterdam, Belanda. Pihak Kolonial Belanda
menganggap bahwa Jakarta mirip dengan Amsterdam sehingga dapat dikelola dan
ditata seperti Ibukota Belanda. Selain itu Belanda menganggap bahwa dengan
membangun suatu kota di Indonesia yang mirip dengan kota yang ada di Belanda,
orang-orang Belanda yang tinggal di Indonesia dapat merasakan suasana seperti
berada di negara mereka, Belanda. Namun pada kenyataannya Jakarta sangat jauh
berbeda dengan Amsterdam. Ketidakcocokan tersebut diantaranya adalah letak
Jakarta yang berada di bawah permukaan laut sehingga ketika terjadi hujan dari
Puncak Bogor, aliran air yang mengalir ke Jakarta tidak dapat terkontrol
sehingga menyebabkan banjir dan tidak dapat mengalir ke laut utara (Laut Jawa).
Suatu hal baik yang telah diajarkan oleh negara lain patut untuk kita kaji dan
terapkan, namun jika negara lain hanya mengajarkan sesuatu yang merugikan
negara kita, kita tidak berhak untuk menghakimi bahwa negara itu adalah
penjahat. Bukankah kita dianjurkan untuk selalu mengintrospeksi diri dan
bercermin pada tingkah laku kita?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar