Kamis, 10 Juli 2014

BELAJAR DARI BELANDA



Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai catatan sejarah yang panjang. Sejak sebelum memasuki abad masehi Indonesia telah mempunyai masyarakat yang beradab. Ini  museum maupun di lapangan. Dalam catatan sejarah, peradaban tertua di Indonesia “masih” dipegang oleh Kutai, Kalimantan Timur. Mengapa saya beri tanda kutip pada kata “masih”? sebab tidak menutup kemungkinan masih terdapat peradaban yang lebih tua dari Kutai tersebut. Tentu hal ini masuk akal karena hingga sekarang para peneliti baik dalam negeri maupun luar negeri terus meneliti apakah masih ada peradaban tua lain yang lebih tua dari Kutai. Apalagi baru-baru ini ditemukan gunung yang diduga merupakan situs bersejarah yang katanya merupakan piramida bahkan lebih tua dari Piramida Giza di Mesir. Jika hal itu memang benar tentu merupakan suatu kebanggan tersendiri bagi masyarakat Indonesia. Selain itu, masyarakat luar negeri pun akan tertarik untuk berkunjung ke Indonesia.
Sejak Indonesia dimasuki oleh bangsa Eropa sekitar abad ke-14, Indonesia mulai memasuki masa yang benar-benar berbeda baik secara ekonomi, politik maupun sosial budaya. Masyarakat Indonesia menjadi semakin berkembang dan terbuka oleh dunia luar, apalagi sejak VOC yang merupakan kongsi dagang milik Belanda menyetir perdagangan di Hindia Belanda. Masyarakat dunia pun menjadi semakin tahu potensi tanah air kita. Mulai dari tanaman yang tumbuh di Indonesia hingga hasil tambangnya.
Memang jika kita mendengarkan penuturan dari kalangan orang tua yang sempat hidup pada jaman Belanda mereka akan mengatakan bahwa Belanda sangat kejam dan tidak meninggalkan hal apapun selain kepedihan dan kesengsaraan. Hal ini sangat wajar karena Belanda memang keras dan tegas dalam kebijakannya untuk memanfaatkan tenaga orang Indonesia. Namun jika kita mau menganalisa lebih jauh kita telah belajar banyak dari Belanda. Contohnya adalah tentang politik dan ekonomi. Kita sebelum kedatangan Belanda adalah masyarakat yang belum maksimal dalam memanfaatkan kekayaan alam di negeri ini, hingga tiba saatnya bangsa Eropa datang ke negara kita dengan tujuan awalnya adalah mencari sumber rempah-rempah yang sangat mereka butuhkan. Belanda mengajarkan bagaimana mengolah alam Indonesia yang kaya ini agar dapat maksimal untuk memproduksi kekayaan alamnya. Saah satunya adalah di wilayah Jember yang merupakan penghasil tanaman tembakau terbaik saat itu. Sebelum Belanda datang ke Jember masyarakat setempat hanya memanfaatkan tanahnya untuk bertani, namun setelah Belanda datang dan memperkenalkan tanaman tembakau kepada masyarakat Jember, masyarakatnya mulai dapat memanfaatkan tanahnya untuk tanaman tembakau. Tembakau yang pertama kali dibawa oleh George Burnie ke Jember ternyata dapat berkembang dengan baik. Dan akhirnya Belanda mulai mempekerjakan masyarakatnya untuk mengolah tembakau. Belanda mengerti bahwa Jember berpotensi untuk wilayah perkebunan karena keadaan geografisnya yang sejuk. Belanda mencoba untuk menanam tanaman perkebunan lainnya seperti teh, kopi dan karet. Namun dari sekian banyak percobaan tersebut ternyata yang paling berpotensi adalah tanaman tembakau dan kopi, walaupun tanaman karet juga dapat tumbuh namun tidak sebaik tanaman kopi dan tembakau.
Kita tidak dapat memungkiri bahwa kita juga telah belajar banyak kepada bangsa Belanda yang sempat kita anggap sebagai pembawa malapetaka. Masyarakat Indonesia mampu untuk memaksimalkan kekayaan alam di Indonesia salah satunya berkat tangan dingin bangsa Belanda. Belanda juga mengajarkan bagaimana birokrasi politik agar pemerintahan dapat lebih kuat dan tidak mudah untuk diganggu oleh rakyatnya. Tentu hal ini tidak serta merta dapat diterima oleh masyarakat begitu saja karena kerajaan yang saat itu masih kuat seperti Kerajaan Mataram Islam di Jogjakarta dan Surakarta banyak melakukan manuver-manuver politik untuk menentang kebijakan-kebijakan yang dianggap pihak Kerajaan dapat membuat eksistensi kerajaan terancam. Contohnya adalah kebijakan Belanda yang menerapkan kebijakan mengenai tahta. Dalam beberapa kasus pergantian tahta di beberapa kerajaan di Jawa pernah beberapa kali Belanda ikut andil dalam suatu pergantian tahta, padahal sebenarnya tahta merupakan hal yang mutlak adalah suatu kebijakan raja dan tidak bisa untuk diganggu gugat apalagi oleh pihak luar.
Sistem politik yang kita terapkan saat ini pun adalah hasil belajar dari Belanda, yaitu Demokrasi. Sekitar abad 19 akhir Belanda mulai dipengaruhi oleh Liberalisme dan Demokrasi hingga dampaknya sampai kepada negeri-negeri jajahannya termasuk Hindia-Belanda (Indonesia). Selain demokrasi liberal masuk ke Indonesia melalui Belanda, banyak pemuda-pemuda Indonesia yang belajar di luar negeri dan sepulang ke Indonesia mereka mulai menawarkan paham-paham barat untuk diterapkan di Indonesia. Pemuda-pemuda tersebut sekarang banyak yang kita kenang sebagai Pahlawan Nasional, diantaranya adalah Sutan Sjahrir, Tan Malaka, Mohammad Hatta dan lain-lain. Di Indonesia mereka mulai dapat bereksplorasi untuk kepentingan bangsanya dan dapat menularkan semangat kemerdekaan kepada masyarakat umum yang lain. Ideologi-idelogi tersebut dianggap dapat merubah Indonesia agar dapat bersaing dengan dunia internasional. Namun tidak semua ideologi tersebut dikatakan cocok di Indonesia. Paham-paham seperti Komunis-Marxisme dianggap tidak cocok di Indonesia dan bahkan pada tahun 60 an sempat menjadi suatu paham yang sangat tidak disetujui oleh masyarakat umum dan pemerintah. Puncaknya pada akhir tahun 1965 paham Komunis “dianggap” sebagai dalang dari kudeta terhadap pemerintahan Soekarno.
Pembelajaran lain yang dapat diambil dari masa Kolonial Belanda adalah tata kota. Kota-kota besar di Indonesia banyak yang merupakan penataan dari pemerintahan Kolonial Belanda, misalnya saja Jakarta, Surabaya, Palembang dan Palangkaraya. Khusus untuk Jakarta, kita akan dapat menemukan hasil karya Kolonial Belanda pada sistem sanitasi dan irigasi. Sanitasi dan irigasi Kota Jakarta merupakan sebuah tata kota yang meniru gaya tata kota Amsterdam, Belanda. Pihak Kolonial Belanda menganggap bahwa Jakarta mirip dengan Amsterdam sehingga dapat dikelola dan ditata seperti Ibukota Belanda. Selain itu Belanda menganggap bahwa dengan membangun suatu kota di Indonesia yang mirip dengan kota yang ada di Belanda, orang-orang Belanda yang tinggal di Indonesia dapat merasakan suasana seperti berada di negara mereka, Belanda. Namun pada kenyataannya Jakarta sangat jauh berbeda dengan Amsterdam. Ketidakcocokan tersebut diantaranya adalah letak Jakarta yang berada di bawah permukaan laut sehingga ketika terjadi hujan dari Puncak Bogor, aliran air yang mengalir ke Jakarta tidak dapat terkontrol sehingga menyebabkan banjir dan tidak dapat mengalir ke laut utara (Laut Jawa). Suatu hal baik yang telah diajarkan oleh negara lain patut untuk kita kaji dan terapkan, namun jika negara lain hanya mengajarkan sesuatu yang merugikan negara kita, kita tidak berhak untuk menghakimi bahwa negara itu adalah penjahat. Bukankah kita dianjurkan untuk selalu mengintrospeksi diri dan bercermin pada tingkah laku kita?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar